Sindikat Pemburu Data Pribadi di Bali Sasar Warga Miskin untuk Judi Online Kamboja
Sindikat pemburu data pribadi di Bali terbongkar pada Jumat, 4 Juli 2025. Kepolisian Daerah (Polda) Bali berhasil menangkap enam orang yang terlibat dalam operasi pengumpulan data pribadi yang digunakan untuk aktivitas judi online di Kamboja. Para pelaku diketahui memanfaatkan warga miskin dengan cara membujuk mereka membuka rekening bank secara daring atau online.

Modus Operandi Sindikat Pemburu Data Pribadi
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Bali, Kombes Pol Ranefli Dian Candra, menjelaskan bahwa sindikat ini dikendalikan oleh tersangka Constantin Prawarna (43). Ia bersama lima tersangka lainnya — Fernando (24), Ryan Hidayat (42), Nafis Zaki Billah (21), PF (30), dan satu tersangka lain yang masih buron di Kamboja (AW) — menjalankan aksinya sejak September 2024.
Para tersangka menyasar masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk ojek online dan penjaga toko, untuk dibujuk membuka rekening bank. Mereka dijanjikan imbalan uang tunai sebesar Rp500 ribu per rekening.
Rekening Dibuka Tanpa Pemaksaan
Menurut pengakuan para tersangka, tidak ada unsur pemaksaan dalam proses perekrutan korban. Calon korban dipandu membuka rekening melalui aplikasi mobile banking (M-Banking), dan seluruh prosesnya dilakukan secara online menggunakan ponsel yang telah disediakan oleh sindikat.
Ponsel-ponsel itu dikirim langsung dari Kamboja oleh AW. Dalam satu ponsel, bisa disimpan hingga empat identitas korban lengkap dengan foto, alamat, tanggal lahir, dan dokumen pribadi lainnya.
Fokus Keyword di Subheading: Tujuan Sindikat Pemburu Data Pribadi
Tujuan utama sindikat pemburu data pribadi ini adalah memanfaatkan rekening dan identitas korban untuk kepentingan aktivitas ilegal, khususnya judi online. Ada rekening yang dijadikan sebagai tempat penampungan uang hasil perjudian, dan ada pula yang digunakan untuk melakukan transaksi antar pemain di Kamboja.
“Data tersebut dipakai untuk membuka akun permainan judi, transaksi keuangan, hingga aktivitas pencucian uang,” jelas Kombes Ranefli.
Terbongkar dari Laporan Korban
Pengungkapan kasus ini bermula dari laporan tiga warga Bali yang didatangi oleh pihak bank. Rekening mereka terindikasi terlibat dalam transaksi ilegal dan dicurigai sebagai rekening “mule account” atau rekening penampungan dana hasil kejahatan.
Polisi kemudian melakukan pelacakan dan pengintaian terhadap para tersangka. Mereka ditemukan di sebuah rumah kontrakan di Jalan Batas Dukuh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan. Dari lokasi, polisi mengamankan sejumlah ponsel dan kartu identitas yang diduga milik korban-korban lainnya.
Potensi Pelanggaran dan Bahaya Lebih Besar
Kepolisian menyebutkan bahwa tindakan sindikat pemburu data pribadi ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang, termasuk UU ITE dan UU Perlindungan Data Pribadi (PDP) yang saat ini mulai ditegakkan secara ketat.
Selain itu, penggunaan data pribadi secara ilegal dapat berdampak serius bagi korban, termasuk masuk daftar hitam perbankan, terkena tagihan pajak atas transaksi yang tidak dilakukan sendiri, hingga terlibat masalah hukum lintas negara.
Peran Kamboja dalam Jaringan Perjudian Digital
Kamboja menjadi lokasi utama operasi sindikat ini karena negara tersebut dikenal sebagai basis utama perusahaan judi online yang menargetkan pasar Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Banyak perusahaan judi ilegal memanfaatkan identitas palsu dari warga negara lain demi menghindari pantauan otoritas dan memudahkan pencucian uang.
Ponsel-ponsel yang dikirim dari Kamboja ini berisi sistem otomatis untuk mempermudah pendaftaran akun judi dan pengelolaan transaksi keuangan, semuanya berbasis identitas palsu hasil dari jaringan pemburu data pribadi.
Imbauan Kepada Masyarakat
Kepolisian mengimbau masyarakat, khususnya warga dengan kondisi ekonomi rentan, untuk tidak mudah tergiur dengan tawaran uang instan dengan imbalan membuka rekening atau menyerahkan data pribadi. Ranefli menegaskan bahwa membuka rekening atas nama sendiri namun digunakan oleh pihak lain dapat memiliki konsekuensi hukum.
“Kami akan terus menelusuri keterlibatan jaringan ini, termasuk pihak di luar negeri yang diduga menjadi otak utama,” tegasnya.
Kesimpulan: Waspadai Sindikat Pemburu Data Pribadi yang Mengincar Kelompok Rentan
Kasus ini menjadi peringatan penting bahwa sindikat kejahatan digital seperti sindikat pemburu data pribadi tidak hanya beroperasi di dunia maya, tetapi juga menyasar langsung ke masyarakat rentan dengan cara yang sangat meyakinkan.
Polisi masih mendalami kemungkinan keterlibatan lebih banyak pihak dalam jaringan ini, termasuk peran WNI lain yang mungkin menjadi penghubung antara pelaku di Indonesia dan operator judi online di Kamboja.