Sister Hong Lombok: Klarifikasi Dea Lipha yang Viral
Sister Hong Lombok akhirnya angkat bicara. Sister Hong Lombok, yang dikenal sebagai Dea Lipa, adalah MUA (make-up artist) asal Lombok Tengah yang baru-baru ini menjadi sorotan lantaran identitas asli dan penampilan feminin-nya. Dalam konferensi pers di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (15/11/2025), pria bernama Deni Apriadi Rahman tersebut memberikan pernyataan tegas serta menepis sejumlah tuduhan yang beredar di media sosial.

Berikut adalah 6 fakta terbaru tentang Sister Hong Lombok yang terungkap dari klarifikasinya:
1. Identitas Asli: Bukan Wanita, Tapi Pria

Sister Hong Lombok yang viral dengan wajah cantik berhijab ternyata adalah pria bernama Deni Apriadi Rahman, usia 23 tahun, asal Desa Mujur, Lombok Tengah. Unggahan Facebook dari akun @Diana_Arkayanti pada 6 November 2025 mengungkap identitas ini.
2. Alasan Penampilan Feminin: Bentuk Ekspresi Diri
Dalam konferensi pers, Deni menyatakan bahwa penampilannya yang feminin dan keputusan untuk mengenakan busana wanita bukan untuk menipu:
“Itu adalah bentuk ekspresi diri saya yang lahir dari kekaguman,” jelasnya.
Ia menyebut bahwa pilihan tersebut lebih bersifat artistik dan personal, bukan tipuan niat jahat.
3. Hijab: Simbol Kecantikan, Tapi Sudah Dilepas
Keputusan Deni mengenakan hijab mendapat perhatian besar publik. Menurutnya, hijab adalah simbol kelembutan dan kehormatan. Namun setelah menjadi viral, ia menyatakan tidak akan memakai hijab lagi.
Ia bahkan mengaku sudah melepasnya.
4. Masa Kecil Sulit: Perundungan dan Keterbatasan
Deni mengungkap masa kecilnya yang penuh tantangan. Sejak kecil, ia tinggal bersama nenek karena kedua orangtuanya bekerja sebagai pekerja migran. Selain itu, ia mengalami gangguan pendengaran yang semakin memburuk setelah kecelakaan di usia 10 tahun.
Karena kondisi itu, ia kerap menjadi korban perundungan di sekolah, dan hanya menyelesaikan pendidikan hingga SD.
5. Karier sebagai MUA: Sumber Hidup dan Kepercayaan Diri
Meski latar belakang sulit, Deni belajar make-up secara otodidak lewat video YouTube. Menurutnya, pekerjaan sebagai make-up artist bukan sekadar mencari penghasilan, tetapi juga “tempat” untuk mengekspresikan diri dan membangun rasa percaya diri. Namun, setelah identitasnya terungkap, sejumlah klien membatalkan pemesanan riasannya.
6. Bantahan Tuduhan Sensitif: Agama, HIV, dan Tekanan Mental
Deni membantah isu besar yang beredar:
- Ia menyangkal tuduhan penistaan agama, seperti salat dengan mukena atau berada di shaf perempuan saat ibadah.
- Ia menyebut tuduhan bahwa dirinya “kaum sodom” atau berhubungan sesama jenis adalah tidak benar.
- Tudingan terkait HIV/AIDS juga ditepis. Ia mengaku telah menjalani tes di klinik PKBI, dan hasilnya negatif.
Selain itu, viralnya isu ini berdampak berat bagi kesehatan mentalnya. Deni mengatakan ia sempat berpikir untuk mengakhiri hidup karena tekanan dari hujatan, ancaman, hingga pesan negatif di media sosial.
Reaksi Keluarga: Permintaan Maaf dan Harapan Perubahan
Keluarga Deni, yang diwakili oleh bibi bernama Maya, menyampaikan permintaan maaf atas kegaduhan yang terjadi di media sosial.
Maya menjelaskan bahwa sejak awal, keluarga sudah memberi nasihat soal pilihan penampilan Deni.
Meski begitu, keluarga berharap Deni bisa menjadi dirinya sendiri secara lebih “seimbang” ke depannya.
Bagaimana Publik Menyikapi “Sister Hong Lombok”?
Fenomena Sister Hong Lombok memunculkan banyak pertanyaan sosial dan budaya:
- Apakah mengekspresikan diri lewat pakaian bisa dianggap “menyimpang”?
- Sejauh mana masyarakat harus menghormati kebebasan ekspresi gender, terutama di wilayah dengan norma sosial yang konservatif?
- Bagaimana peran keluarga dan masyarakat dalam mendampingi individu dengan ekspresi gender non-konvensional agar tidak menimbulkan stigma atau tekanan mental?
Bagi sebagian orang, tindakan Deni adalah bagian dari ekspresi seni dan identitas. Namun, bagi sebagian lain, penampilan seperti ini bisa menantang nilai tradisional dan agama. Konflik antara kebebasan individu dan norma sosial menjadi inti perdebatan publik.
Sosok Sister Hong Lombok alias Dea Lipa / Deni Apriadi Rahman telah memberikan klarifikasi publik terkait identitas, penampilan, dan isu-isu sensitif yang menerpanya. Dalam konferensi pers, Deni menegaskan bahwa tampil feminin dan mengenakan busana wanita adalah ekspresi dirinya, bukan bentuk penipuan atau niat jahat.
Tuduhan seperti penistaan agama, HIV, dan “hubungan sesama jenis” dibantah secara tegas. Ia juga berbagi kisah masa kecilnya yang penuh tantangan, namun berhasil menemukan jalan hidup sebagai MUA. Sementara itu, keluarga Deni meminta maaf atas kekacauan yang terjadi dan berharap perubahan ke arah positif bisa terjadi.
Kasus ini menjadi refleksi penting tentang ekspresi gender di era digital, tekanan media sosial, dan bagaimana masyarakat merespon identitas non-normatif.
