Pengumuman Bersejarah: Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury
Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury resmi diumumkan sebagai pemimpin baru Gereja Inggris pada 3 Oktober 2025, menjadikannya wanita pertama yang menduduki jabatan Uskup Agung Canterbury dalam sejarah gereja tersebut.

Pemilihan Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury ini disetujui oleh Raja Charles III setelah proses seleksi oleh Crown Nominations Commission dan konfirmasi oleh Perdana Menteri Inggris.
Dia akan menggantikan Justin Welby, yang mengundurkan diri pada Januari 2025 setelah kritik luas terhadap penanganan skandal pelecehan di Gereja Inggris.
Latar Belakang dan Karier: Dari Suster ke Uskup Agung
Karier Awal dan Pendidikan
Sarah Elisabeth Mullally lahir pada 26 Maret 1962 di Woking, Surrey. Sebelum memasuki dunia rohani, dia dikenal sebagai suster kanker dan kemudian menjabat sebagai Chief Nursing Officer untuk Inggris sejak usianya 37 tahun.
Ia mulai ditahbiskan sebagai imam pada tahun 2002 dan kemudian dikonsekrasi sebagai uskup pada 2015.
Jabatan Uskup London dan Rekam Jejak
Sejak 2018, Mullally menjabat sebagai Uskup London ā posisi tinggi kedua dalam hierarki Gereja Inggris sebelum jabatan Uskup Agung Canterbury.
Dalam perannya, dia dikenal memiliki pandangan progresif, termasuk mendukung pemberkatan pasangan sesama jenis (dalam kerangka kemitraan sipil) dan penanganan transparan terhadap kasus perlindungan (safeguarding).
Agenda dan Tantangan di Depan: Prioritas Sarah Mullally
Visi Kepemimpinan dan Harapan

Segera setelah pengumuman, Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury menyampaikan visi kerjanya di Katedral Canterbury. Dia berbicara tentang konsep āmencuci kakiā sebagai simbol pelayanan rendah hati dan tekad untuk menjadikan setiap jemaat dapat berkembang secara rohani.
Masalah safeguarding menjadi salah satu prioritas utama. Dia menegaskan bahwa Gereja harus terus mendengar penyintas, memperbaiki budaya kekuasaan yang salah guna, dan menciptakan lingkungan yang aman.
Tantangan Global dalam Komuni Anglikan
Meskipun banyak yang menyambut positif penunjukannya, ada reaksi keras dari kelompok konservatif seperti GAFCON dan para uskup di Afrika dan Asia. Mereka menyebut keputusan pengangkatan Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury ini sebagai bukti bahwa Gereja Inggris telah āmelepaskan otoritasnya untuk memimpin.ā
Uskup Nigeria Henry Ndukuba menyebut pengangkatannya āsangat berbahayaā karena menyalahi tradisi Alkitab versi mereka.
Pertemuan Komuni Anglikan mendatang (Anglican Consultative Council) pada pertengahan 2026 diperkirakan akan membahas ulang peran Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury dalam kepemimpinan global.
Dukungan dari Pihak Ekumenis
Beberapa pihak dari luar, termasuk Katolik, turut memberi ucapan selamat. Kardinal Kurt Koch dari Vatikan menyampaikan harapan agar hubungan dialog antaragama dan ekumenis tetap terjaga di bawah kepemimpinan Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury.
Dampak Sejarah dan Signifikansi
Penunjukan Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury merupakan tonggak besar dalam sejarah gereja ā hampir 1.400 tahun sejak jabatan Uskup Agung Canterbury pertama dibentuk.
Gereja Inggris mulai membuka jabatan uskup kepada perempuan sejak 2014 (di sisi hati pendeta) dan baru pada 2015 mulai mengonsekrasi perempuan sebagai uskup.
Bagi sebagian jemaat dan pengamat, hal ini menandakan kemajuan menuju kesetaraan gender dalam kepemimpinan gerejawi. Bagi yang konservatif, ini memicu ketegangan tentang otoritas, tradisi, dan pokok ajaran.
Reaksi Resmi dari Pemerintah Inggris
Kantor Perdana Menteri Keir Starmer menyebut bahwa Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury āakan memainkan peran penting dalam kehidupan nasionalā dan menyatakan kesiapan untuk bekerja sama.
Raja Charles III secara resmi menyetujui nominasi Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury dan dijadwalkan akan mengikuti upacara pengangkatan legal sebelum Januari 2026.
Momentum Kepemimpinan Baru
Dengan pengumuman Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury, Gereja Inggris memasuki babak baru. Dia menghadapi tantangan besar dalam menyatukan Gereja yang terpecah, menjawab kritik konservatif, serta memperkuat kepercayaan terhadap institusi yang pernah terjerat skandal pelecehan.
Langkah pengangkatan Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury ini bukan hanya simbolāmelainkan ujian nyata soal bagaimana gereja kuno dapat beradaptasi di era modern tanpa harus kehilangan akar spiritualnya. Dalam beberapa bulan ke depan, semua mata akan tertuju pada bagaimana Sarah Mullally Uskup Agung Canterbury menjalankan misinya dari Katedral Canterbury menuju Komuni Anglikan global.