Propaganda anti-Jepang: Video Influencer China Memicu Reaksi Hebat
Propaganda anti-Jepang muncul di awal konten ini, saat seorang influencer China, Deng Xuanfeng (alias mama “Jang”), membagikan video kontroversial di Douyin—platform mirip TikTok—yang menampilkan dirinya memborong makanan laut mewah di restoran prasmanan Jepang dengan komentar menghina. Akses konten ini segera memicu gelombang kritik online karena terindikasi sebagai propaganda anti-Jepang.

1. Siapa Deng Xuanfeng dan Kontroversinya?
Deng, berusia 25 tahun dan memiliki lebih dari 4,3 juta pengikut, terkenal karena video mukbang ekstrem. Pada 10 April 2025, dia memosting video berjudul “Clearing Out Japan’s No. 1 Seafood Buffet” dengan kalimat: “to teach them a lesson” dan menyebut pelanggan Jepang sebagai “Japanese devils” atau “guizi”.
Video menampilkan Deng memborong sashimi, kepiting raja, wagyu, dan kritikan pedas terhadap pengunjung restoran serta staf, yang bergeser dari replay humor menjadi sorotan xenofobia.
2. Dampak dan Reaksi Netizen
Video tersebut langsung mendapat kecaman, terutama karena mengasosiasikan perilaku individual dengan citra nasional China. Sejumlah warganet berbicara secara terbuka:
“Now do you know why foreigners have such a poor impression of Chinese people? … When you travel abroad you represent China…this is way too disgraceful.”
“Sekarang kamu tahu kenapa orang luar memiliki pandangan yang buruk terhadap warga Tiongkok… Saat kamu pergi ke luar negeri, kamu mewakili negaramu sendiri… Ini sangatlah memalukan.”
Sementara satu pengulas menyebut tindakannya menyedihkan dan memalukan citra China di mata internasional.
3. Latar Belakang Sentimen Anti-Jepang di China
Sentimen anti-Jepang berakar jauh sejak abad lalu—dimulai dari Perang Sino-Jepang, pendudukan, hingga trauma seperti Pembantaian Nanjing . Menurut BBC tahun 2017, 75% warga China menaruh pandangan negatif terhadap Jepang, meski angka ini menurun menjadi 42,2% pada 2018.
Selain sejarah, “pendidikan patriotik” di sekolah-sekolah China juga sering memasukkan narasi nasionalis dan kritik terhadap Jepang, bahkan simulasi perang menggunakan granat mainan terhadap simbol Jepang .
4. Aksi Real Dunia yang Memprihatinkan
Sentimen ini tak hanya di media sosial. Pada 2024, terjadi insiden tragis: seorang anak Jepang berusia 10 tahun tewas ditusuk di Shenzhen, serangan bus sekolah di Jiangsu, serta vandalisme di Kuil Yasukuni—termasuk buang air kecil di tempat suci . Platform seperti Kuaishou dan Douyin bahkan menghentikan puluhan akun yang menyulut kebencian anti-Jepang.
Parlemen Jepang menyalahkan hal ini pada pola pikir patriarki ekstrem yang ditanamkan melalui pendidikan nasionalis PKC .
5. Apa Kata Pemerintah dan Pengamat?
Pemerintah China, melalui Kementerian Luar Negeri, membantah adanya niatan sistematis menyebarkan sentimen dan propaganda anti-Jepang. Namun, media internasional dan pengawas independen mencatat adanya pengkondisian ideologis yang sistematis, terutama dalam kurikulum dan film resmi .
Komentator independen seperti Hu Xijin dari Global Times menekankan pentingnya membatasi nasionalisme ekstrem agar tidak dipakai sebagai komoditas kebencian.
6. Interseksi Sosial Media, Propaganda, dan Ambisi Pribadi
Video Deng menyoroti bagaimana propaganda anti-Jepang, ambisi influencer demi audiens, dan algoritma sosmed bisa memperkuat konflik naratif. Apa yang dimulai sebagai tontonan mukbang menjadi palu kritik terhadap sebuah negara.
7. Jalan Menuju Pemulihan dan Harapan
Sejumlah pakar menyuarakan perlunya membangun kerangka dialog berdasar empati dan masa depan. Seorang sumber Jepang berharap generasi muda China bisa melewati luka sejarah dan membuka pintu rekonsiliasi: bukan menghapal kebencian, melainkan membentuk hubungan persahabatan yang nyata.
Analisa dan Kesimpulan
-
Fokus utama artikel ini: propaganda anti-Jepang yang teridentifikasi melalui tindakan Deng Xuanfeng Influencer asal China.
-
Peristiwa ini mencerminkan dinamika antara indoktrinasi pendidikan, kebijakan PKC, dan pengaruh individual terhadap stereotip negara.
-
Meski disclaimer resmi dari pemerintah China menetralisir, bukti dari platform, reaksi masyarakat, dan kasus kekerasan nyata tidak bisa diabaikan.
-
Solusi yang diusulkan adalah pendekatan holistik, mulai dari reformasi pendidikan, pengawasan konten media sosial, hingga dialog lintas budaya.
Kesimpulan Akhir
Video mukbang Deng Xuanfeng bukan sekadar konten viral; ia menelanjangi akar panjang propaganda anti-Jepang dan bagaimana narasi nasionalis dipakai di era digital. Insiden ini menantang China dan Jepang untuk menemukan jalan dialog berdasarkan sejarah, bukan saling tuju kebencian dengan memanfaatkan agenda dan propaganda anti-Jepang.